Kamis, 14 Agustus 2014

Tugas IBD Resensi Novel


ILMU BUDAYA DASAR
Tugas Resensi Novel

Nama : Aunia Putri Hemas
Kelas : 1TB03
NPM : 21313515


IDENTITAS BUKU

Judul Buku                           : Marmut Merah Jambu
Genre Buku               : Nonfiksi – Komedi
Penulis                                               : Raditya Dika Nasution
Penerbit                                 : Bukune
Tempat Terbit                       : Jakarta
Tanggal Terbit                      : 1 Juni 2010
Tebal Buku                           : 222 hlm ; 13×20 cm
Harga Buku              : Rp 39.000



PENGARANG
            Raditya Dika dalam karyanya “Marmut Merah Jambu” novel yang hanya memiliki tebal buku 218 halaman. Kalo dilihat sepintas, buku ini memang buku yang paling tebel bila dibandingkan dengan buku-buku sebelumnya yang telah terbit, yakni Kambing Jantan; Cinta Brontosaurus, Radikus Makan Kakus, dan Babi Ngesot. Novel ini memang sangat cocok untuk dibaca oleh anak-anak muda jaman sekarang apa lagi untuk anak-anak yang suka menggunakan kata-kata yang lebay. Selain bertemakan soal Cinta, komedi yang ditampilkan juga memang bener-bener beda. Tapi tetep, kekonyolan-kekonyolan si Radit masih tetap dipertahankan. Judul “Marmut Merah Jambu” sendiri mengisahkan tentang bagaimana manusia pacaran, tentang manusia jatuh cinta, tentang penulis yang sedang jatuh cinta. Dari mulai bagaimana jatuh cinta dengan diam-diam, sampai suka dengan orang lewat dunia maya atau lewat chatting. Dan dari mulai susahnya mutusin cewek, samapai ditaksir sama cewe aneh.
Tokoh utama yang ada pada novel ini adalah radit sendiri atau sering di sebut dengan Mutun” muka kartun”. Radith sering mengambil atau menulis judul dibuku-bukunya mengenai hewan kenpa…? karena ia berpikir kalo hewan itu sangat romantis terhadap pasangannya dan setia sampai mati. Radith juga sering memberikan contoh hewan yang romantis salah satu contohnya yaitu hewan “belalang sembah” walaupun belalang jantan tahu setelah kawin kepalanya akan dimakan oleh belalang betina tapi dia tetap melanjutkan pengorbanan cintanya itu, karena cinta itu perlu pengorbanan dan yang satu lagi hewan”burung lovebirds” burung ini sangat setia pada pasangannya walaupun sijantan telah mati dia tidak pernah mencari penggantinya lagi. Untuk judul novel ini sediri ia ambil dari sekor marmut merah jambu karena marmut itu sering loncat-loncat tidak tahu ingin kemana, apalagi kalo dia berada didalam roda dia pasti terus berlari tanpa ia tak tahu kapan ia harus berhenti. Sama halnya dengan kisah cinta yang dialami oleh penulis, entah berapa kali penulis jatuh cinta, loncat dari satu hati kehati yang lainnya, mencoba berlari dan berlari di dalam roda bernama cinta.                


           
Penulis ini sangat pandai dalam menggunakan kata-katanya atau gaya bahasa dan penggunaan kata yang digunakan Radith juga sangat mengena, walapun kata-katanya banyak slenge-an tetapi dia tahu bahwa kata-kata yang slenge-an itu kata-kata yang mudah untuk dipahami oleh pembaca apa lagi anak-anak muda jaman sekarang. Aspek Emotif itu sendiri adalah berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajak pada emosi atau perasaan pembaca. Dan hebatnya juga penulis bisa membuat pembacanya seperti benar-banar diajak menyaksikan atau melihat secara langsung adegan-adegan yang ada di buku ini. Dalam novel ini  menceritakan tentang cinta, berbeda dengan buku-buku sebelumnya yang selalu bertema komedi dan kekonyolannya si pengarang. Tapi bukan berarti di buku ini terus menerus menceritakan kesedihan atau sampai mengeluarkan air mata. Buku ini secara keseluruhan cukup menarik, dan pembahasan tentang cintanya menurut saya sampai kepada pembaca, terutama orang yang jatuh cinta diam-diam yang menggambarkan bagaimana seseorang yang mencintai seseorang tapi takut untuk mengungkapkannya, karena hal tersebut pasti pernah dirasakan oleh hampir semua orang. Alurnya juga mudah untuk diikuti. Saya bahkan ikut merasakan bagaimana rasanya cinta kepada seseorang dengan diam-diam, sama halnya dengan radith yang cintanya bertepuk sebelah tangan, radith yang memilih untuk merelakan orang yang dicintainya dan hanya bisa berdoa semoga orang itu dapat yang terbaik dari pada dirinya.
Radit bukan hanya menceritakan tentang masalah percintaan tapi  ada juga yang mengenai masalah kekeluargaan. Seperti halnya dia bisa memperhatikan pada saat adik kesayangannya akan disunat yaitu edgar, walaupun dia sering dihantui dengan kecemasan mamahnya dengan sunatan edgar. Tapi dengan sabar mutunpun terus menasehati edgar agar tetap semangat untuk disunat. Hikmah yang bisa saya ambil tentang kekompakan dan curahan kasih sayang sebuah keluarga. Walau sang tokoh sangat slenge-an, cuek tak memperdulikan sekelilingnya tapi dia juga sangat perhatian dengan adik-adiknya bahkan sampe-sampe sang kucing di bikin tokoh utama di bagian terakhir, bahkan yang tidak masuk diakal menyamakan sekor binatang yaitu kucing dengan manusia. Lagi-lagi semuanya dikemas dengan komedi hiperbola.


SINOPSIS
Marmut merah jamu adalah buku kelima dari Raditya Dika yang akan resmi ada di toko buku seluruh indonesia pada tanggal 1 juni nanti. Jika kalian berekspetasi untuk bisa tertawa ngakak dengan perut kaku sampai guling-guling, hal itu tidak akan kalian dapatkan, karena 13 chapter dalam buku ini secara garis besar membahas tentang cinta, walau ada beberapa chapter dengan tema lain. Semua tentang cinta, mulai dari indahnya saat-saat PDKT , cinta yang diam-diam, saat cinta ditolak, bahkan ada juga chapter tentang naksir seorang teman chatting dalam chapter Cinta diatas Sepotong Chatting
Buku ini secara keseluruhan cukup menarik, dan pembahasan tentang cintanya menurut gue mengena banget, especially orang yang jatuh cinta diam-diam yang menggambarkan gimana seseorang yang mencintai seseorang tapi takut untuk mengungkapkannya. Yang mungkin hal tersebut pernah dirasakan oleh hampir semua orang. Gaya bahasa dan penggunaan kata yang digunakan Radith juga sangat mengena, membuat pembacanya seperti benar-banar menyaksikan langsung adegan-adegan yang ada di buku. Alurnya mudah diikuti.

... Momennya lagi pas banget, pikir gue. Seperti yang Ara tadi anjurkan lewat telepon, ini adalah saatnya gue bilang ke Ina kalau gue sangat menikmati malam ini.
‘Tau gak sih, Na,’ kata gue sambil menyetir, memberanikan diri untuk bicara. ‘Gue seneng banget hari ini.’
‘Seneng kenapa?’ tanya Ina.

‘Seneng, soalnya,’ kata gue, berhenti bicara sebentar dan menengok ke kiri untuk melihat muka Ina. Gue masang muka sok ganteng. Gue natap mukanya dengan jelas, memasang mata nanar, berkata dengan sungguh-sungguh, ‘Seneng... soalnya... hari ini akhirnya... gue bisa pergi sama-’

‘AWAS!!!!’ jerit Ina memecahkan suasana.
BRAK! Mobil gue naik ke atas trotoar. Mobil masih melaju kencang, dan di depan ada pohon gede. Ina ngejerit, ‘Itu pohon! ITU ADA POHON, GOBLOK!’

‘AAAAAAAAHHHH!’ jerit gue, kayak cewek disetrum. Lalu gue ngerem dengan kencang. Ina teriak lepas. Suasana chaos.


KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
Kelebihan
  • Berawal dari cover. Buku ini memiliki cover yang bagus dengan gambar yang menarik dan jenis kertas yang tidak mudah rusak. Warna yang digunakan juga cukup menarik perhatian pembeli. Pembahasan yang di sampaikan pengarang amat sangat menarik untuk di baca serta gaya bahasa yang digunakan pun mudah di pahami. Cerita tersebut juga merupakan pengalaman pribadi sang pengarang saat masa-masa SMP dan SMA sehingga membuat pembaca merasa terbawa dalan jalan cerita tersebut (ikut merasakan pengalaman sang pengarang). Novel ini juga dapat memberi motivasi kepada para pembaca untuk menuangkan pengalaman-pengalaman pribadi mereka ke sebuah novel atau cerita. Karena novel ini banyak bercerita tentang pengalaman percintaan sang pengarang jadi buku ini layak di baca terutama pada kalangan remaja yang sedang mengalami masa-masa ‘percintaan’ karena kita dapat mengerti dan merasakan cinta, karena cinta membutuhkan konsekuensi.

Kelemahan
  • Menurut penulis buku ini hampir tidak memiliki kelemahan. Namun, hanya ada beberapa bagian yang menurut penulis kurang menarik dan ada beberapa kata yang penulis kurang mengerti.

UNSUR INSTRINSIK
Dalam cerpen ini juga menggunakan latar tempat, lebih tepatnya daerah Jakarta Selatan sering dituliskan di novel ini seperti Kemang, Pondok Indah Mall, McD, dan lain sebagainya, dikarenakan tempat tinggal Radith yang berada di Jakarta Selatan tepatnya di Cikatomas, Kebayoran. Walaupun tempat tinggal Radith memang tidak disebutkan dalam cerpen ini.

UNSUR EKSTRINSIK
Penggunaan Bahasa Remaja

NILAI MORAL
Pada dasarnya semua sudah ada jalan nya sudah ada yang mengatur entah itu harta martabat atau pun pasangan kita hanya perlu banyak berdoa dan berusaha.

PENUTUP
Demikian yang kami paparkan mengenai resensi novel ini yang menjadi pokok bahasan dalam resensi ini, tentunya nasih banyak kekurangan dan kelemahanya
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan keritik dan saran yang membangun kepada demi ke sempurnaanya resensi ini dan penulisan resensi di kesempatan berikutnya . Semoga resensi ini berguana bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umunya.

Jumat, 01 Agustus 2014

ILMU BUDAYA DASAR



“STORY TELLING JAKA TARUB”

DOSEN : IBU WIDIO PURWANI






ANGGOTA :


AMALIA EKASANTI


AUNIA PUTRI HEMAS 


BANU F. M.


DANANG


JULOT M.


M. GAMMA M.


M. FADHIL




KELAS 1TB03
Deskripsi Story Telling:
* Judul : Jaka Tarub
* Asal daerah : Jawa Timur
* Sejarah Legenda Jaka Tarub :
Legenda Jaka Tarub adalah salah satu cerita rakyat yang diabadikan dalam naskah populer Sastra Jawa Baru, Babad Tanah Jawi.
Kisah ini berputar pada kehidupan tokoh utama yang bernama Jaka Tarub (“Pemuda dari Tarub”). Setelah dewasa ia digelari Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub adalah tokoh yang dianggap sebagai leluhur dinasti mataram, dinasti yang menguasai politik tanah Jawa – sebagian atau seluruhnya – sejak abad ke-17 hingga sekarang.
* Filosofi dan makna :


Kisah Jaka Tarub memiliki makna bahwa sifat curiga bisa berujung membawa malapetaka. Tidak seharusnya seorang suami (Jaka Tarub) tidak mempercayai istri sendiri (Nawang Wulan). Sebuah hubungan rumah tangga dibina atas dasar kepercayaan satu sama lainnya. Apabila ada yang mengingkari, pasti pupus sudah kepercayaan itu. Perpisahanlah sebagai jalan terakhir bagi hubungan keduanya.



* Ringkasan Cerita :

P
ada jaman dahulu kala, di Desa Tarub, tinggallah seorang janda bernama Nyi Randa Tarub. Sejak tinggal seorang diri, Nyi Randa Tarub mengangkat seorang anak laki-laki yang dipelihara dan dikasihinya. Anak ini berparas cakap dan sangat berbudi. Tugasnya membantu pekerjaan Nyi Randa Tarub sehari-hari. Nyi Randa Tarub memanggilnya Jaka Tarub.
Orang – orang di Desa Tarub mengenal Jaka Tarub sebagai pemuda yang dingin tangannya. Benih apapun yang ditanamnya, selalu memberikan hasil berlipat ganda. Tak jarang para pengolah ladang dan huma yang punya masalah dengan tanahnya, datang meminta pertolongan padanya.
“Padiku terserang hama, Jaka Tarub”kata mereka. Atau, “Buah Palawijaku kecil-kecil hasilnya.” “Tanahku telah kupupuk dan kupelihara. Mengapa hasilnya tidak memuaskan juga?”
“Baiklah paman-paman, aku akan segera membantu kalian setelah menyelesaikan pekerjaanku ini ya.” ujar Jaka Tarub.
Dengan akal dan upaya, Jaka Tarub membantu memecahkan masalah mereka. Bantuan selalu diberikannya dengan cuma-cuma. Tak pernah Jaka Tarub mau menerima upah dari mereka.

N
yi Randa Tarub telah berusia lanjut. Tak lama lagi maut mungkin akan datang menjemput. Ia semakin mengkhawatirkan Jaka Tarub yang belum memiliki pendamping hidup.
“Nak, apa kamu tidak lelah setiap hari selalu bekerja? Sesekali bersosialisasilah dengan teman-teman sebayamu. Siapa tahu kau menemukan jodohmu nak.” Kata Nyi Randa Tarub.
“Haha Nyi ini bicara apa, aku bekerja setiap hari demi membahagiakanmu Nyi, aku tidak pernah merasa lelah.”
“Aku tidak tertarik pada gadis di kampung ini Nyi, suatu saat aku pasti akan menemukan jodohku sendiri.” Ujar Jaka Tarub.

T
anpa terduga-duga, hal yang dikuatirkan terjadi juga. Karena lanjut usia, pada suatu hari Nyi Randa Tarub berpulang dengan tenang ke alam baka. Saat itu Jaka Tarub tidak ada di tempat. Dia tengah mengumpulkan kayu bakar di tengah hutan yang lebat. Berita sampai ke telinganya, namun sudah terlambat.
Nyi Randa Tarub sudah tidak ada. Jaka Tarub merasa hasil kerjanya percuma saja. Nyi Randa Tarub kini tidak lagi membutuhkan tenaganya. Usahanya mengolah ladang dan huma sia-sia belaka.
“Nyi Randa Tarub, kini kau telah pergi meninggalkanku seorang diri, aku merasa sudah tidak berguna lagi, jikalau aku pergi bekerja, untuk siapa aku bekerja?” ujar Jaka Tarub dengan penuh penyesalan.

J
aka Tarub kini lebih senang menyendiri. Orang desa kerap menjumpai dia tengah termenung. Sifatnya yang ramah berubah jadi pemurung.
Kehidupan Jaka Tarub kini semakin serba tidak teratur, rasa lelah kerap menghampirinya dan membuatnya mengantuk hingga jatuh tertidur. Jaka Tarub bermimpi tengah memakan daging kijang muda yang sangat lezat. Saat ia terbangun, gairahnya muncul untuk segera memburu kijang muda sungguhan.
Namun alangkah sial dirinya, hari itu Jaka Tarub berkeliling di dalam hutan memburu kijang muda tapi nihil tiada hasil. Jaka Tarub mulai putus asa. Ia terduduk melamun meratapi nasibnya. Tapi alangkah terkejutnya Jaka Tarub melihat keindahan alam yang baru saja terjadi, alam yang baru saja diliputi hujan kini berubah menjadi cerah dan berwarna indah.
Tiba-tiba langit yang cerah mengeluarkan tujuh warna yang menakjubkan, dari merah terang hingga ungu muda. Namun ada yang janggal, dari ke-tujuh warna yang muncul dilangit ternyata turunlah tujuh sosok gadis berparas anggun nan cantik sesuai dengan ke-tujuh warna tadi.
Jaka Tarub merasa takjub, terlebih dengan pesona gadis bergaun ungu muda yang terlihat anggun nan menawan yang telah berhasil memikat hati Jaka Tarub. Gadis tersebut yang paling muda diantara warna lainnya, dan para kakaknya memanggilnnya Nawang Wulan.

T
ujuh bidadari mendarat dengan sempurna di sebuah telaga di dalam hutan. Kesejukan dan kesegaran air di telaga memikat para bidadari untuk turun dari khayangan. Mereka berniat untuk bermain air bersama dan membersihkan badan.
Jaka Tarub tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga itu. Ia lantas segera mengambil sebuah selendang berwarna ungu muda milik Nawang Wulan dan menyembunyikannya.
Tujuh bidadari kembali bersiap untuk pulang ke khayangan. Namun berbeda dengan Nawang Wulan. Ia tampak kebingungan mencari sehelai selendang kesayangan.
Tanpa menunggu lama, keenam bidadari pergi terlebih dahulu,meninggalkan sang adik yang paling bungsu.
Nawang Wulan terlihat sedih, ia tak tahu harus berbuat apa di bumi ini. Karena ia bukan seorang manusia, ia adalah sesosok bidadari! Ditengah kesedihannya itu, muncul sesosok pemuda tampan yang kemudian menghampirinya.
“Wahai, siapakah gerangan Adinda ini?”
“Mengapa Adinda menangis sendiri di tengah hutan?” ujar Jaka Tarub.
“Aku adalah bidadari, aku ditinggal oleh keenam saudariku karena aku kehilangan selendang milikku. Aku tidak bisa pulang ke khayangan tanpa selendangku.” Jawab Nawang Wulan.
“Baiklah, bagaimana jika kau ikut bersama pulang ke gubuk milikku, kau akan aman disana.” Ajak Jaka Tarub.
Tanpa berpikir dua kali, Nawang Wulan ikut bersama Jaka Tarub dan tinggal di gubuk miliknya bersama-sama.

S
emakin hari Jaka Tarub merasa semakin jatuh hati pada Nawang Wulan. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menjadi pasangan suami-istri dengan sebuah persyaratan dari Nawang Wulan yang kemudian disetujui oleh Jaka Tarub.
“Aku mau menjadi istrimu asalkan kau menyetujui syaratku, yaitu aku minta kau memaklumi cara hidupku sebagai seorang bidadari. Aku punya cara tersendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Kanda harus berjanji untuk tidak memasalahkan caraku ini.” Ujar Nawang Wulan.
Jaka Tarub hanya mengangguk sebagai pertanda bahwa ia setuju. Dan Nawang Wulan melanjutkan pembicaraan dengan pembagian tugas antara suami-istri.
“Kanda bertanggung jawab atas pekerjaan di ladang dan huma. Tanggung jawabku adalah dapur dan rumah. Aku tidak akan mempermasalahkan bagaimana cara kanda mengolah tanah, maka Kanda pun jangan mempermasalahkan bagaimana aku mengolah dapur dan rumah. Bila perjanjian ini disepakati, aku baru bersedia untuk diperistri.”
“Baiklah Nawang Wulan, aku bersedia memenuhi persyaratanmu itu” jawab Jaka Tarub dengan mantap.

K
ehidupan suami-istri mereka jalani dengan saling mengasihi. Seakan-akan tak ada pasangan lain yang lebih serasi di muka bumi. Sang suami rajin dan rendah hati, sedangkan sang istri setia dan baik budi. Yang satu gagah dan tampan, yang satu cantik nan rupawan. Tak seorang pun yang mengira bahwa suami-istri ini berasal dari dua dunia yang berbeda!
Kebahagiaan Jaka Tarub pun berlipat ganda dikala ia dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Nawang Wulan berhasil melahirkan seorang anak tanpa bantuan siapa pun. Ia bahkan tidak terlihat lelah ataupun letih, justru ia langsung kembali seperti sedia kala. Mengerjakan tugas-tugas rumah dengan sepenuh hati.
Jaka Tarub heran dan semakin bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang terjadi pada sang istri. Ingin rasanya hati untuk menyelidiki. Namun apadaya, Jaka Tarub teringat kembali pada sebuah janji.
Rasa penasaran pun semakin bergejolak ketika Jaka Tarub mendengar perkataan para tetangga. Mereka berkata bahwa Nawang Wulan adalah siluman. Yang suatu hari mungkin bisa membuat anaknya tidak aman. Puncak rasa penasaran itu pun terjadi ketika Jaka Tarub membuka lumbung, hendak menyimpan hasil panen yang melimpah. Jaka Tarub terkejut. Sepasang alisnya mengerut. Lumbung padinya ternyata masih penuh! Padinya masih utuh! Wahai, bagaimanakah ini bisa terjadi? Sedangkan setiap hari Nawang Wulan memasakkannya nasi! Mengapa persediaan pandi di lumbung tidak berkurang sama sekali?

J
aka Tarub tidak lagi dapat menahan hati. Terlalu banyak peristiwa yang ia tidak mengerti. Tingkah laku istrinya kini mulai diselidiki. Tanpa disadari, Jaka Tarub telah melupakan janji!
Pada suatu hari, ketika Nawang Wulan sedang pergi, Jaka Tarub menyelinap ke dalam dapur. Periuk nasi di atas api sedang berkepul.
“Nawang Wulan sepertinya sedang tidak di rumah, ini kesempatan baik untukku.” Ujar Jaka Tarub.
“Apa ini? Mengapa di dalam periuk nasi hanya ada sebulir padi?” “Bagaimana caranya ini dapat menjadi sebuah nasi?”
Jaka Tarub segera menyadari. Istrinya yang rupawan memanglah sesosok bidadari. Yang hanya membutuhkan sebulir padi untuk memasaknya menjadi nasi. Kini dia mulai menyesali. Dirinya telah melanggar sebuah janji.

S
aat Nawang Wulan tiba di rumah, ia terkejut sekali melihat isi periuk nasi yang seharusnya sudah terisi penuh oleh nasi namun masih berwujud sebulir padi. Ia tahu ada sesuatu hal yang telah terjadi. Sang suami pasti telah ingkar janji. Dan kini padi hanyalah sebulir padi. Tak bisa dengan cepat berubah menjadi buliran nasi.
Semenjak hari itu Nawang Wulan mulai menjalani hari-harinya dengan penuh kerja keras. Tidak ada lagi waktu luang untuk bersantai, karena semua pekerjaan rumah dilakukannya dengan cara manusia. Ia tidak bisa mempergunakan kekuatan bidadarinya lagi. Semua akibat kecerobohan sang suami.
Jaka Tarub merasa sangat bersalah, setiap hari Nawang Wulan terlihat begitu lelah. Raut wajahnya tak lagi terpancar indah. Kehidupan Nawang Wulan yang dulu serba mudah, jauhlah berubah menjadi serba susah.

Suatu hari Nawang Wulan merasa kelelahan setelah lama menjalani rutinitas beratnya di rumah, sebagai istri dan juga sebagai ibu. Ia beristirahat sejenak di lumbung padi yang kini terlihat lebih luas karena padi-padinya dipergunakan secara wajar untuk makanan sehari-hari. Saat hendak beristirahat, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Nawang Wulan menemukan sesuatu yang sangat berharga miliknya sejak dulu.
“Aku rasa hari ini memang sangat melelahkan, aku sudah tidak kuat lagi dengan semua ini. Aku merasa ajalku sebentar lagi akan tiba. Lebih baik aku beristirahat sejenak di lumbung padi ini.”
“Ya ampun, apa ini?! Inikah selendang milikku yang telah lama hilang itu? Mengapa bisa ada di sini? Apakah mungkin Jaka Tarub menyembunyikannya?”
Rahasia yang selama ini disembunyikan Jaka Tarub akhrinya terungkap oleh istrinya sendiri. Membuat keluarga kecil berbeda dunia ini harus berpisah demi sang bidadari. Perbedaan yang begitu jauh sudah tidak bisa dipersatukan kembali.
“Aku harus kembali ke khayangan jika masih ingin bertahan hidup menjadi bidadari” ujar Nawang Wulan.
“Aku tidak bisa lebih lama lagi tinggal di dunia ini, aku tidak akan mampu. Karena memang sesungguhnya dunia kita berbeda. Dan takdir kita pun berbeda. Kita tidak akan bisa bersatu kakanda.” Katanya menambahkan dengan suara lirih.
“Maafkan aku adinda. Aku dan Nawangsing akan selalu mengingatmu. Kami ikhlas jika engkau ingin kembali ke duniamu.” jawab Jaka Tarub.
“Percayalah, dari atas sana aku akan terus menjaga, memelihara, dan mencintai. Auraku akan melindungi kalian sepanjang waktu” kata Nawang Wulan seraya meninggalkan Jaka Tarub dan putri mereka.

S
emenjak ditinggal oleh Nawang Wulan, Jaka Tarub dan selalu hidup dalam keadaan aman dan selalu terhindar dari bahaya. Secara ajaib, Jaka Tarub dan putrinya tidak pernah merasa kehilangan Nawang Wulan. Mereka percaya, Nawang Wulan masih ada di antara mereka berdua. Aura bidadarinya menerangi gubuk mereka. Cintanya yang murni telah menghangati hati suami dan putrinya. Walaupun tanpa ujud yang nyata, Nawang Wulan tetap hadir untuk menjaga, memelihara dan mencintai mereka.
Nawang Wulan tidak pernah melupakan mereka, Nawang Wulan, sang bidadari khayangan, menepati janjinya.
-SELESAI-

* Nilai moral dan hikmah :
- Jika menginginkan sesuatu hal maka harus meraihnya dengan kejujuran.
- Jika ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibutuhkan keberanian untuk memilih meskipun hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
- Jangan pernah mencurigai sesuatu hal yang belum pasti
- Kehidupan harus dijalani dengan seimbang, ada yang benar ada yang salah, ada yang datang ada pula yang pergi.
- Kepercayaan harus selalu dipelihara dan dijunjung tinggi. Bila salah seorang menghianati, kepercayaan itu tidak bernilai lagi. Cinta yang murni pun tidak lagi berarti.




VIDEO :