Jumat, 01 Agustus 2014

ILMU BUDAYA DASAR



“STORY TELLING JAKA TARUB”

DOSEN : IBU WIDIO PURWANI






ANGGOTA :


AMALIA EKASANTI


AUNIA PUTRI HEMAS 


BANU F. M.


DANANG


JULOT M.


M. GAMMA M.


M. FADHIL




KELAS 1TB03
Deskripsi Story Telling:
* Judul : Jaka Tarub
* Asal daerah : Jawa Timur
* Sejarah Legenda Jaka Tarub :
Legenda Jaka Tarub adalah salah satu cerita rakyat yang diabadikan dalam naskah populer Sastra Jawa Baru, Babad Tanah Jawi.
Kisah ini berputar pada kehidupan tokoh utama yang bernama Jaka Tarub (“Pemuda dari Tarub”). Setelah dewasa ia digelari Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub adalah tokoh yang dianggap sebagai leluhur dinasti mataram, dinasti yang menguasai politik tanah Jawa – sebagian atau seluruhnya – sejak abad ke-17 hingga sekarang.
* Filosofi dan makna :


Kisah Jaka Tarub memiliki makna bahwa sifat curiga bisa berujung membawa malapetaka. Tidak seharusnya seorang suami (Jaka Tarub) tidak mempercayai istri sendiri (Nawang Wulan). Sebuah hubungan rumah tangga dibina atas dasar kepercayaan satu sama lainnya. Apabila ada yang mengingkari, pasti pupus sudah kepercayaan itu. Perpisahanlah sebagai jalan terakhir bagi hubungan keduanya.



* Ringkasan Cerita :

P
ada jaman dahulu kala, di Desa Tarub, tinggallah seorang janda bernama Nyi Randa Tarub. Sejak tinggal seorang diri, Nyi Randa Tarub mengangkat seorang anak laki-laki yang dipelihara dan dikasihinya. Anak ini berparas cakap dan sangat berbudi. Tugasnya membantu pekerjaan Nyi Randa Tarub sehari-hari. Nyi Randa Tarub memanggilnya Jaka Tarub.
Orang – orang di Desa Tarub mengenal Jaka Tarub sebagai pemuda yang dingin tangannya. Benih apapun yang ditanamnya, selalu memberikan hasil berlipat ganda. Tak jarang para pengolah ladang dan huma yang punya masalah dengan tanahnya, datang meminta pertolongan padanya.
“Padiku terserang hama, Jaka Tarub”kata mereka. Atau, “Buah Palawijaku kecil-kecil hasilnya.” “Tanahku telah kupupuk dan kupelihara. Mengapa hasilnya tidak memuaskan juga?”
“Baiklah paman-paman, aku akan segera membantu kalian setelah menyelesaikan pekerjaanku ini ya.” ujar Jaka Tarub.
Dengan akal dan upaya, Jaka Tarub membantu memecahkan masalah mereka. Bantuan selalu diberikannya dengan cuma-cuma. Tak pernah Jaka Tarub mau menerima upah dari mereka.

N
yi Randa Tarub telah berusia lanjut. Tak lama lagi maut mungkin akan datang menjemput. Ia semakin mengkhawatirkan Jaka Tarub yang belum memiliki pendamping hidup.
“Nak, apa kamu tidak lelah setiap hari selalu bekerja? Sesekali bersosialisasilah dengan teman-teman sebayamu. Siapa tahu kau menemukan jodohmu nak.” Kata Nyi Randa Tarub.
“Haha Nyi ini bicara apa, aku bekerja setiap hari demi membahagiakanmu Nyi, aku tidak pernah merasa lelah.”
“Aku tidak tertarik pada gadis di kampung ini Nyi, suatu saat aku pasti akan menemukan jodohku sendiri.” Ujar Jaka Tarub.

T
anpa terduga-duga, hal yang dikuatirkan terjadi juga. Karena lanjut usia, pada suatu hari Nyi Randa Tarub berpulang dengan tenang ke alam baka. Saat itu Jaka Tarub tidak ada di tempat. Dia tengah mengumpulkan kayu bakar di tengah hutan yang lebat. Berita sampai ke telinganya, namun sudah terlambat.
Nyi Randa Tarub sudah tidak ada. Jaka Tarub merasa hasil kerjanya percuma saja. Nyi Randa Tarub kini tidak lagi membutuhkan tenaganya. Usahanya mengolah ladang dan huma sia-sia belaka.
“Nyi Randa Tarub, kini kau telah pergi meninggalkanku seorang diri, aku merasa sudah tidak berguna lagi, jikalau aku pergi bekerja, untuk siapa aku bekerja?” ujar Jaka Tarub dengan penuh penyesalan.

J
aka Tarub kini lebih senang menyendiri. Orang desa kerap menjumpai dia tengah termenung. Sifatnya yang ramah berubah jadi pemurung.
Kehidupan Jaka Tarub kini semakin serba tidak teratur, rasa lelah kerap menghampirinya dan membuatnya mengantuk hingga jatuh tertidur. Jaka Tarub bermimpi tengah memakan daging kijang muda yang sangat lezat. Saat ia terbangun, gairahnya muncul untuk segera memburu kijang muda sungguhan.
Namun alangkah sial dirinya, hari itu Jaka Tarub berkeliling di dalam hutan memburu kijang muda tapi nihil tiada hasil. Jaka Tarub mulai putus asa. Ia terduduk melamun meratapi nasibnya. Tapi alangkah terkejutnya Jaka Tarub melihat keindahan alam yang baru saja terjadi, alam yang baru saja diliputi hujan kini berubah menjadi cerah dan berwarna indah.
Tiba-tiba langit yang cerah mengeluarkan tujuh warna yang menakjubkan, dari merah terang hingga ungu muda. Namun ada yang janggal, dari ke-tujuh warna yang muncul dilangit ternyata turunlah tujuh sosok gadis berparas anggun nan cantik sesuai dengan ke-tujuh warna tadi.
Jaka Tarub merasa takjub, terlebih dengan pesona gadis bergaun ungu muda yang terlihat anggun nan menawan yang telah berhasil memikat hati Jaka Tarub. Gadis tersebut yang paling muda diantara warna lainnya, dan para kakaknya memanggilnnya Nawang Wulan.

T
ujuh bidadari mendarat dengan sempurna di sebuah telaga di dalam hutan. Kesejukan dan kesegaran air di telaga memikat para bidadari untuk turun dari khayangan. Mereka berniat untuk bermain air bersama dan membersihkan badan.
Jaka Tarub tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga itu. Ia lantas segera mengambil sebuah selendang berwarna ungu muda milik Nawang Wulan dan menyembunyikannya.
Tujuh bidadari kembali bersiap untuk pulang ke khayangan. Namun berbeda dengan Nawang Wulan. Ia tampak kebingungan mencari sehelai selendang kesayangan.
Tanpa menunggu lama, keenam bidadari pergi terlebih dahulu,meninggalkan sang adik yang paling bungsu.
Nawang Wulan terlihat sedih, ia tak tahu harus berbuat apa di bumi ini. Karena ia bukan seorang manusia, ia adalah sesosok bidadari! Ditengah kesedihannya itu, muncul sesosok pemuda tampan yang kemudian menghampirinya.
“Wahai, siapakah gerangan Adinda ini?”
“Mengapa Adinda menangis sendiri di tengah hutan?” ujar Jaka Tarub.
“Aku adalah bidadari, aku ditinggal oleh keenam saudariku karena aku kehilangan selendang milikku. Aku tidak bisa pulang ke khayangan tanpa selendangku.” Jawab Nawang Wulan.
“Baiklah, bagaimana jika kau ikut bersama pulang ke gubuk milikku, kau akan aman disana.” Ajak Jaka Tarub.
Tanpa berpikir dua kali, Nawang Wulan ikut bersama Jaka Tarub dan tinggal di gubuk miliknya bersama-sama.

S
emakin hari Jaka Tarub merasa semakin jatuh hati pada Nawang Wulan. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menjadi pasangan suami-istri dengan sebuah persyaratan dari Nawang Wulan yang kemudian disetujui oleh Jaka Tarub.
“Aku mau menjadi istrimu asalkan kau menyetujui syaratku, yaitu aku minta kau memaklumi cara hidupku sebagai seorang bidadari. Aku punya cara tersendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Kanda harus berjanji untuk tidak memasalahkan caraku ini.” Ujar Nawang Wulan.
Jaka Tarub hanya mengangguk sebagai pertanda bahwa ia setuju. Dan Nawang Wulan melanjutkan pembicaraan dengan pembagian tugas antara suami-istri.
“Kanda bertanggung jawab atas pekerjaan di ladang dan huma. Tanggung jawabku adalah dapur dan rumah. Aku tidak akan mempermasalahkan bagaimana cara kanda mengolah tanah, maka Kanda pun jangan mempermasalahkan bagaimana aku mengolah dapur dan rumah. Bila perjanjian ini disepakati, aku baru bersedia untuk diperistri.”
“Baiklah Nawang Wulan, aku bersedia memenuhi persyaratanmu itu” jawab Jaka Tarub dengan mantap.

K
ehidupan suami-istri mereka jalani dengan saling mengasihi. Seakan-akan tak ada pasangan lain yang lebih serasi di muka bumi. Sang suami rajin dan rendah hati, sedangkan sang istri setia dan baik budi. Yang satu gagah dan tampan, yang satu cantik nan rupawan. Tak seorang pun yang mengira bahwa suami-istri ini berasal dari dua dunia yang berbeda!
Kebahagiaan Jaka Tarub pun berlipat ganda dikala ia dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Nawang Wulan berhasil melahirkan seorang anak tanpa bantuan siapa pun. Ia bahkan tidak terlihat lelah ataupun letih, justru ia langsung kembali seperti sedia kala. Mengerjakan tugas-tugas rumah dengan sepenuh hati.
Jaka Tarub heran dan semakin bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang terjadi pada sang istri. Ingin rasanya hati untuk menyelidiki. Namun apadaya, Jaka Tarub teringat kembali pada sebuah janji.
Rasa penasaran pun semakin bergejolak ketika Jaka Tarub mendengar perkataan para tetangga. Mereka berkata bahwa Nawang Wulan adalah siluman. Yang suatu hari mungkin bisa membuat anaknya tidak aman. Puncak rasa penasaran itu pun terjadi ketika Jaka Tarub membuka lumbung, hendak menyimpan hasil panen yang melimpah. Jaka Tarub terkejut. Sepasang alisnya mengerut. Lumbung padinya ternyata masih penuh! Padinya masih utuh! Wahai, bagaimanakah ini bisa terjadi? Sedangkan setiap hari Nawang Wulan memasakkannya nasi! Mengapa persediaan pandi di lumbung tidak berkurang sama sekali?

J
aka Tarub tidak lagi dapat menahan hati. Terlalu banyak peristiwa yang ia tidak mengerti. Tingkah laku istrinya kini mulai diselidiki. Tanpa disadari, Jaka Tarub telah melupakan janji!
Pada suatu hari, ketika Nawang Wulan sedang pergi, Jaka Tarub menyelinap ke dalam dapur. Periuk nasi di atas api sedang berkepul.
“Nawang Wulan sepertinya sedang tidak di rumah, ini kesempatan baik untukku.” Ujar Jaka Tarub.
“Apa ini? Mengapa di dalam periuk nasi hanya ada sebulir padi?” “Bagaimana caranya ini dapat menjadi sebuah nasi?”
Jaka Tarub segera menyadari. Istrinya yang rupawan memanglah sesosok bidadari. Yang hanya membutuhkan sebulir padi untuk memasaknya menjadi nasi. Kini dia mulai menyesali. Dirinya telah melanggar sebuah janji.

S
aat Nawang Wulan tiba di rumah, ia terkejut sekali melihat isi periuk nasi yang seharusnya sudah terisi penuh oleh nasi namun masih berwujud sebulir padi. Ia tahu ada sesuatu hal yang telah terjadi. Sang suami pasti telah ingkar janji. Dan kini padi hanyalah sebulir padi. Tak bisa dengan cepat berubah menjadi buliran nasi.
Semenjak hari itu Nawang Wulan mulai menjalani hari-harinya dengan penuh kerja keras. Tidak ada lagi waktu luang untuk bersantai, karena semua pekerjaan rumah dilakukannya dengan cara manusia. Ia tidak bisa mempergunakan kekuatan bidadarinya lagi. Semua akibat kecerobohan sang suami.
Jaka Tarub merasa sangat bersalah, setiap hari Nawang Wulan terlihat begitu lelah. Raut wajahnya tak lagi terpancar indah. Kehidupan Nawang Wulan yang dulu serba mudah, jauhlah berubah menjadi serba susah.

Suatu hari Nawang Wulan merasa kelelahan setelah lama menjalani rutinitas beratnya di rumah, sebagai istri dan juga sebagai ibu. Ia beristirahat sejenak di lumbung padi yang kini terlihat lebih luas karena padi-padinya dipergunakan secara wajar untuk makanan sehari-hari. Saat hendak beristirahat, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Nawang Wulan menemukan sesuatu yang sangat berharga miliknya sejak dulu.
“Aku rasa hari ini memang sangat melelahkan, aku sudah tidak kuat lagi dengan semua ini. Aku merasa ajalku sebentar lagi akan tiba. Lebih baik aku beristirahat sejenak di lumbung padi ini.”
“Ya ampun, apa ini?! Inikah selendang milikku yang telah lama hilang itu? Mengapa bisa ada di sini? Apakah mungkin Jaka Tarub menyembunyikannya?”
Rahasia yang selama ini disembunyikan Jaka Tarub akhrinya terungkap oleh istrinya sendiri. Membuat keluarga kecil berbeda dunia ini harus berpisah demi sang bidadari. Perbedaan yang begitu jauh sudah tidak bisa dipersatukan kembali.
“Aku harus kembali ke khayangan jika masih ingin bertahan hidup menjadi bidadari” ujar Nawang Wulan.
“Aku tidak bisa lebih lama lagi tinggal di dunia ini, aku tidak akan mampu. Karena memang sesungguhnya dunia kita berbeda. Dan takdir kita pun berbeda. Kita tidak akan bisa bersatu kakanda.” Katanya menambahkan dengan suara lirih.
“Maafkan aku adinda. Aku dan Nawangsing akan selalu mengingatmu. Kami ikhlas jika engkau ingin kembali ke duniamu.” jawab Jaka Tarub.
“Percayalah, dari atas sana aku akan terus menjaga, memelihara, dan mencintai. Auraku akan melindungi kalian sepanjang waktu” kata Nawang Wulan seraya meninggalkan Jaka Tarub dan putri mereka.

S
emenjak ditinggal oleh Nawang Wulan, Jaka Tarub dan selalu hidup dalam keadaan aman dan selalu terhindar dari bahaya. Secara ajaib, Jaka Tarub dan putrinya tidak pernah merasa kehilangan Nawang Wulan. Mereka percaya, Nawang Wulan masih ada di antara mereka berdua. Aura bidadarinya menerangi gubuk mereka. Cintanya yang murni telah menghangati hati suami dan putrinya. Walaupun tanpa ujud yang nyata, Nawang Wulan tetap hadir untuk menjaga, memelihara dan mencintai mereka.
Nawang Wulan tidak pernah melupakan mereka, Nawang Wulan, sang bidadari khayangan, menepati janjinya.
-SELESAI-

* Nilai moral dan hikmah :
- Jika menginginkan sesuatu hal maka harus meraihnya dengan kejujuran.
- Jika ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibutuhkan keberanian untuk memilih meskipun hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
- Jangan pernah mencurigai sesuatu hal yang belum pasti
- Kehidupan harus dijalani dengan seimbang, ada yang benar ada yang salah, ada yang datang ada pula yang pergi.
- Kepercayaan harus selalu dipelihara dan dijunjung tinggi. Bila salah seorang menghianati, kepercayaan itu tidak bernilai lagi. Cinta yang murni pun tidak lagi berarti.




VIDEO :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar