BAB IX
ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
A.
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu (atau ilmu
pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut
filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah
lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu
psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup
pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya
matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai
untuk menjadi perawat.
Sikap Ilmiah
Scientist atau Sikap
ilmiah dimana ilmuwan mempelajari gejala-gejala alam melalui observasi,
eksperimentasi dan analisis yang rasional. Ia menggunakan sikap-sikap tertentu
(Scientific attitudes). Sikap-sikap tersebut antara lain :
1.
Jujur
Seorang ilmuwan wajib
melaporakan hasil pengamatan secara objektif. Dalam kehidupan sehari-hari
mungkin saja ia tidak jujur dari manusia lain, tetapi dalam hal penelitian ia
harus sejujur-jujurnya dalam melaporkan penelitiannya.
2.
Terbuka
Seorang ilmuwan
mempunyai pandangan luas, terbuka dan bebas dari praduga. Ia tidak akan
meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan
mengujinya sebelum menerima/ menolaknya. Jadi ia terbuka akan pendapat orang
lain.
3.
Toleran
Seorang ilmuwan tidak
merasa bahwa ia paling hebat. Ia bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin
mempunyai pengetahuan yang lebih luas, atau mungkin saja pendapatnya bisa
salah. Dalam belajar menambah ilmu pengetahuan ia bersedia belajar dari orang
lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain, serta tidak
memaksakan suatu pendapat kepada orang lain.
4.
Skeptis
Ilmuwan dalam mencari
kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, dan skeptis. Ia akan menyalidiki
bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia akan bersikap kritis
untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan tanpa didukung
bukti-bukti yang kuat.
5.
Optimis
Seorang ilmuwa selalu
berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu tidak dapat
dikerjakan, tetapi akan mengatakan “ Berikan saya kesempatan untuk memikirkan
dan mencoba mengerjakan “.
6.
Pemberani
Ilmuwan sebagai
pencari kebenaran harus berani melawan semua kesalahan, penipuan,
kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan.
7.
Kreatif
Ilmuwan dalam
mengembangkan ilmunya harus selalu kreatif agar terlihat lebih menarik.
B.
TEKNOLOGI
Teknologi merupakan
satu konsep yang luas dan mempunyai lebih daripada satu takrifan. Takrifan yang
pertama ialah pembangunan dan penggunaan alatan, mesin, bahan dan proses untuk
menyelesaikan masalah manusia.
Istilah teknologi selalunya berkait rapat dengan
rekaan dan gadget menggunakan prinsip sains dan proses terkini. Namun, rekaan
lama seperti tayar masih menunjukkan teknologi.
Maksud yang kedua digunakan dalam bidang ekonomi, yang
mana teknologi dilihat sebagai tahap pengetahuan semasa dalam menggabungkan
sumber bagi menghasilkan produk yang dikehendaki. Oleh itu, teknologi akan
berubah apabila pengetahuan teknikal kita berubah.
Takrifan teknologi yang diguna pakai di
sekolah-sekolah dan institusi-insitusi pengajian tinggi di Malaysia ialah
aplikasi pengetahuan sains yang boleh memanfaatkan serta menyelesaikan masalah
manusia yang dihadapi dalam kehidupan seharian.
Ciri-ciri fenomena teknik pada masyarakat :
· Rasionalitas,
artinya tidakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional
· Artifisialitas,
artiya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
· Otomatisme,
artinya dalam hal metode, organisasi da rumusan dilaksanakan secara otomatis.
Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi
kegiatan teknis
· Teknik
berkembang pada suatu kebudayaan
· Monisme
artiya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
· Universalisme.
artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat
menguasai kebudayaan
· Otonomi,
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip
Hubungan Ilmu dengan Nilai
Hidup
Penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan
mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan
teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan
keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus
memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan
generasi mendatang.
Tanggung jawab ilmu menyangkut
juga hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu dimasa lalu, sekarang maupun
akibatnya di masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas manusia dalam
kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu
aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini tentu menuntut
tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam perubahan
tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu
sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung jawab etis
tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan
manusia, melainkan harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia seharusnya, baik
dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun
sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Jadi perkembangan
ilmu akan mempengaruhi nili-nilai kehidupan manusia tergantung dari manusianya
itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia
dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan kedewasaan manusia
dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu adalah menyediakan
bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya.
Mengapa Ilmu Tidak Dapat
Terpisahkan dengan Nilai-nilai Hidup
Ilmu dapat berkembang
dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan dalam
perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa ilmu
harus bebas nilai, yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan pada
hakikat ilmu itu sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak campur
tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri, yaitu
ilmu harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis, ideologi,
agama dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin,
dan pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu.
Pada kenyataannya,
ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam aktifitasnya
terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup harus diimplikasikan
oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung tujuan yang
rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan
ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan
pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan
yang dibuatnya.
Setiap kegiatan
teoritis ilmu yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan
tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan yang
merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan kepentingan
ilmu sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan kepentingan ilmu
sosial.
Dengan bahasan diatas
menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai
hidup. Ditegaskan pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya filsafat,
ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup
manusia, yaitu:
1.
Pendekatan Ontologis
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan
tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia.
Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai
hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh
melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat
manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
2.
Pendekatan Epistemologi
Epistemologis adalah cabang filsafat yang membahas
tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan proses yang
memungkikan dipelajarinya pengetahuan yang berupa ilmu.
Dalam kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup
manusia, dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan
untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa
mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan
argumentasi secara individual. Jadi ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai
kebenaran dan membenci kebohongan.
3.
Pendekatan Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan
untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu
harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu
dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup
manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian
atau keseimbangan alam. Untuk itu ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan
secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang
menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut
kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras,
ideologi, atau agama.
C.
ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI
DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan
teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya
tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada
hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai
proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu
dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang
berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau
kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan
hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu
diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan
universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga
tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh
teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat
meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas,
berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan
metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan
pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan
meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan
deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga
kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau
deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan
adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah,
sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan
empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal
sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang
diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan
Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga)
komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat
kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1)
Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh
pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahannya.
2)
Epistemologis
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah
merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh
pengetahuan.
3)
Aksiologis
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan
atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal
dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan
dibagi menjadi dua golongan:
1.
Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah
bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis,
soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan
untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu
dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya
dikorbankan demi teknologi.
2.
Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu
bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam
penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau
nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses
yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya ilmuwan
golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas
dari kecenderungan “pelacuran” dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan
nilai-nilai kemanusiaan.
D.
KEMISKINAN
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanya mencakup:
· Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
· Gambaran
tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
· Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia.
Ciri Kemiskinan
Apabila kita amati, mereka yang hidup dibawah garis
kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
· Mereka
umumnya tidak mempunyai factor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal
dan keterampilan.
· Mereka
tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan
sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal
usaha.
· Tingkat
pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP. Waktu mereka tersita
habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
· Kebanyakan
mereka tinggal di pedesaan
· Kebanyakan
dari mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai
keterampilan yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota.
Sehingga banyak dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman,
tukang becak, pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan jadi
pengangguran atau gelandangan.
Fungsi-fungsi Orang Miskin
Pertama : adalah menyediakan tenaga kerja untuk
pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi di bayar murah.
Kedua : kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang
nilai guna barang atau jasa. Baju bekas yang sudah tidak terpakai dapat di jual
( atau dengan bangga di katakan ” di infakan ”)kepada orang-orang miskin.
Ketiga : kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan
ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di
bayar murah, petani tidak boleh menaikan harga beras mereka untuk mensubsidi
orang-orang kota.
Kempat : kemiskinan adalah menyediakan lapangan
kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan lapangan kerja ? karena ada
orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit ( barang atau uang )
aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional
lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor ) belakangan kita
tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh negara ketiga di
pasaran internasional selain kemiskinan.
Kelima : kemiskinan adalah memperteguh status sosial
orang-orang kaya, perhatikan jasa orang miskin pada perilaku orang-orang kaya
baru. Sopir yang menemaninya memberikan label bos kepadanya.Nyonya-nyonya dapat
menunjukan kekuasaannya dengan memerintah inem-inem mengurus rumah tangganya.
Tingkat Kemiskinan di
Indonesia
Presiden SBY dengan
penuh bangga memberitahu delegasi forum Rio+20 di Brazil bahwa Pemerintah RI berhasil menurunkan angka kemiskinan
dari 24% di tahun 1998 menjadi hanya 12.5% pada tahun ini.
Statistiknya jelas,
tidak ada yang keliru. Sumber datanya adalah Global
Hunger Index (GHI) yang menjadi acuan dunia internasional untuk
mengukur jumlah penduduk miskin suatu negara.
Tapi kalau kita
fokuskan ke rentang tahun 2004-2012, yaitu periode ketika SBY menjadi presiden,
ada sesuatu yang kurang beres.
Jumlah penduduk
miskin Indonesia di tahun 2003, setahun sebelum SBY didapuk menjadi presiden,
adalah 12,47 persen. Datanya bisa diklik disini
(hal. 98).
Setelah 8 tahun di bawah pemerintahan SBY, angka
kemiskinan tetap berada di angka 12.5 persen, ini artinya apa Bapak Presiden
SBY yang mulia?
Di tahun 2009 angka
kemiskinan Indonesia justru sempat melonjak ke angka 14.8 persen (data klik disini).
Bisa dimaklumi, mungkin akibat krisis ekonomi global tahun 2008.
Tetapi di tahun-tahun
pemerintahan SBY angka kemiskinan memang berada di sekitar angka 12 persen
dengan sedikit plus-minus. Tahun 2007 turun seupil menjadi 11.57 persen (data disini),
tahun 2008 turun lumayan ke angka 11.3 persen (data disini), tahun 2010
melompat ke angka 13.2 persen (data disini),
dan tahun 2011 turun ke angka 12.2 persen (data disini).
Kalau dirata-rata,
angka kemiskinan kita selama 7 tahun sekitar 12%, tak beda jauh dengan ketika
Megawati masih menjadi presiden.
Dan untuk pengetahuan anda, 12 persen jumlah penduduk
miskin termasuk kategori SERIUS
dalam standar Global Hunger Index.
Mungkin sudah saatnya Pak SBY lebih menseriusi upaya
pengentasan kemiskinan ketimbang pusing memikirkan pendongkelan Anas
Urbaningrum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar