BAB
VIII
PERTENTANGAN
SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
A.
PERBEDAAN KEPENTINGAN
Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan
berhubungan baik antara dihubungkan dengan menghubungkan antara
individu-individu maupun antara kelompok dan golongan. Hidup bermasyarakat juga
berarti kehidupan dinamis dimana setiap anggota satu dan lainnya harus saling memberi
dan menerima. Anggota memberi karena ia patut untuk memberi dan anggota
penerima karena ia patut untuk menerima. Ikatan berupa norma serta nilai-nilai
yang telah dibuatnya bersama diantara para anggotanya menjadikan alat
pengontrol agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang
telah disepakati itu.
Rasa solider, toleransi, tenggang rasa,
tepa selira sebagai bukti kuatnya ikatan itu. Pada diri setiap anggota
terkandung makna adanya saling ikut merasakan dan saling bertanggungjawab pada
setiap sikap tindak baik mengarah kepada yang positif maupun negatif. Sakit
anggota masyarakat satu akan dirasakan oleh anggota lainnya. Tetapi disamping
adanya suatu harmonisasi, disisi lain keadaan akan menjadi sebaliknya. Bukan
harmonisasi ditemukan, tetapi disharmonisasi. Bukan keadaan organisasi tetapi
disorganisasi.
Sering kita temui keadaan dimasyarakat
para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai oleh adanya persamaan-persamaan
dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati perbedaan-perbedaan dan bahkan sering
kita temui pertentangan-pertentangan. Sering diharapkan panas sampai petang
tetapi kiranya hujan setengah hari, karena sebagus-bagusnya gading akan
mengalami keretakan. Itulah sebabnya keadaan masyarakat dan negara mengalami
kegoyahan-kegoyahan yang terkadang keadaan tidak terkendali dan dari situlah
terjadinya perpecahan. Sudah tentu sebabnya, misalnya adanya pertentangan
karena perbedaan keinginan.
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan
sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan
kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok
etnis, kelompok agama, kelompok ideologi tertentu termasuk antara mayoritas dan
minoritas.
B.
PRASANGKA, DISKRIMINASI, DAN ETNOSENTRISME
1. Pengertian Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu
anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa
kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara
serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Disisi lain
bahasa arab “khusnudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada
tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik
secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang
baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu, bisa
saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka
merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul
tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan
tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui
oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian besar sifatnya
apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri),
karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain.
Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan
generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses
simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam
kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsur
efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah
berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka.
Tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga faktor lingkungan cukup berkaitan
dengan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar
berprasangka, karena orang-orang macam ini bersikap dan bersifat kritis.
Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu
tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi
seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yang mempunyai prasangka
rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.
Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa latar
belakang prasangka. Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat
saja bertindak tidak diskriminatif.
2. Sebab-Sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
·
Berlatar belakang sejarah. Orang-orang kulit putih di Amerika Serikat
berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah
masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang Negro
berstatus sebagai budak.
·
Dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional. Harta
kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari
usaha-usaha yang tidak halal. Antara lain dari usaha korupsi dan penyalahgunaan
wewenang sebagai pejabat dan lain sebagainya.
·
Bersumber dari faktor kepribadian.
·
Berlatar belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.
3. Usaha-Usaha Mengurangi atau Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
·
Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
·
Perluasan kesempatan belajar.
·
Sikap terbuka dan sikap lapang.
4. Pengertian Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan
yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai
sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk
menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan
kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain
dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku
berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Akibatnya etnosentrisme penampilan yang
etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam
berkomunikasi.Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi
Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler.
Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan
memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.
C.
PERTENTANGAN SOSIAL ATAU KETEGANGAN DALAM
MASYARAKAT.
Konflik (pertentangan) mengandung suatu
pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang
dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar
konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari
situasi konflik yaitu :
·
Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagian yang terlibat di
dalam konflik.
·
Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam
kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap,
maupun gagasan-gagasan.
·
Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai
perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang
dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya,
misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang
paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu
masyarakat, yaitu :
·
Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya
pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistik
didalam diri seseorang.
·
Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam
diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam
tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk
menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
·
Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara
nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma
kelompok yang bersangkutan berbeda. Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan
norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan
sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada
dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
·
Elimination yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam
konflik yang diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar,
kami membentuk kelompok kami sendiri.
·
Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
·
Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan
menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
·
Minority Consent artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun
kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat
untuk melakukan kegiatan bersama
·
Compromise artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik
berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah.
·
Integration artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan,
dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan
yang memuaskan bagi semua pihak.
D.
GOLONGAN-GOLONGAN YANG BERBEDA DAN INTEGRASI
SOSIAL
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai
masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan sosial
yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang berwujudkan Negara Indonesia.
Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem nasional yang mengintegrasikannya
melalui jaringan-jaringan pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial.
Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu Suku Bangsa dan Kebudayaan,
Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia
setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi
bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap berada
pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan (Bhineka Tunggal
Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi
penghambat dalam integrasi:
·
Tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
·
Isu asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar
warga negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab)
·
Agama, sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
·
Prasangka yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota
golongan tertentu
Integrasi Sosial adalah merupakan proses
penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan.
Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan sosial,ras, etnik,
agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi sosial antara
lain:
·
Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan
mereka
·
Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan
nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
·
Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara
konsisten.
Integrasi Internasional merupakan masalah
yang dialami semua negara di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan
yang dihadapinya. Menghadapi masalah integritas sebenarnya tidak memiliki kunci
yang pasti karena latar belakang masalah yang dihadapi berbeda, sehingga
integrasi diselesaikan sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan, dapat
dengan jalan kekerasan atau strategi politik yang lebih lunak. Beberapa masalah
integrasi internasional, antara lain:
ü perbedaan ideologi
ü kondisi masyarakat yang majemuk
ü masalah teritorial daerah yang berjarak
cukup jauh
ü pertumbuhan partai politik
Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk
memperkecil atau menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu, antara lain:
·
Mempertebal keyakinan seluruh warga Negara Indonesia terhadap Ideologi
Nasional
·
Membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan
membangun saran komunikasi, informasi, dan transformasi
·
Menggali kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional
·
Membentuk jaringan asimilasi bagi kelompok etnis baik pribumi atau
keturunan asing.
E.
INTEGRASI NASIONAL
Integrasi Nasional adalah penyatuan
bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang
lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya
menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa
merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan
kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993: 71).
·
Integrasi tidak sama dengan pembauran atau asimilasi.
·
Integrasi diartikan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme
sosial.
·
Pembauran dapat berarti asimilasi dan amalganasi.
·
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan
mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka, yang berbeda atau
bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras
(harmonis).
·
Melalui difusi (penyebaran), di mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke
dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur
kebudayaan tradisional tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar